KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat serta karunia-Nyalah penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “SURAT DAKWAAN”, dalam mata
kuliah Diklat kemahiran Hukum Pidana(DIKPID). Mata kuliah diklat kemahiran
hukum pidana merupakan suatu mata kuliah yang mana kita dituntut agar mahir
dalam menerapkan Hukum Acara Pidana dalam hal penerapan hukum materil(KUHP) dan
formil(KUHAP)agar dalam menjalankan hukum tersebut tidak terjadi
kesalahan-kesalahn dalam penerapan hukum tersebut.
Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Dosen yang telah membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat serta memberi pengetahuan baik penulis maupun pembacanya. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat serta memberi pengetahuan baik penulis maupun pembacanya. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN SURAT DAKWAAN ............................................................. 4
2.1 Pengertian Surat Dakwaan
.......................................................................................... 4
2.2 Isi dan syarat Surat Dakwaan ....................................................................................... 5
2.3 Bentuk-bentuk Surat Dakwaan .................................................................................... 8
2.4 Cara dan Theknik Pembuatan Surat Dakwaan ............................................................ 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum
Acara Pidana (Hukum Acara Formil) yang lazim disebut dengan terminologi bahasa
belanda “Formeel Strafrecht” atau Straf Procesrecht” merupakan suatu
aturan yang menjamin, menegakkan, mempertahankan Hukum Pidana Materiel.
Hukum
acara pidana merupakan suatu kumpulan aturan-aturan yang harus dijalankan dalam
proses suatu perkara di pengadilan dimana kumpulan aturan-aturan ini menjadi
suatu pedoman bagi penegak hukum dalam menerapkan hukum pidana maeteriel, agar
dalam menangani suatu kasus pidana tidak terjadi suatu kesalahan-kesalahan yang
fatal dilakukan oleh penagak hukum sperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan
Negri dalam menangani suatu perkara pidana akan mengacu pada Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP), dan ketentuan hukum materielnya juga
mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Asas-asa
penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana antara lain:
1. Asas
Legalitas dan Asas Opurtuinitas (Asas Penuntutan).
-
Asas legalitas (Pasal 137 KUHAP)
Penuntut
Umum wajib menuntut setiap orang yang melakukan tindak pidana, tanpa terkecuali.
-
Asas opurtunitas (Pasal 14 huruf h
KUHAP)
Penuntut
Umum berwenang Menuntut Perkara Demi Kepentingan umum bukan hukum, Menurut asas
ini Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana,
jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum. Dengan kata lain
Penuntut Umum dapat Mempeti Es kan
suatu perkara.
2. Asas
Praduga Tak Bersalah (Presumtion Of Innonsence)
Seorang
wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang menyatakan
kesalahannya, dan putusan itu sudah In
Kracht (telah mempunyai kekuatan hukum tetap).
3. Asas
Peradilan Bebas
Hakim
dalam memberikan putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh dari
pihak atau kekuasaan manapun.
4. Equality
Before The Low
Setiap
orang (tersangka maupun terdakwa) baik miskin maupun kaya, pejabat maupun orang
biasa didalam pemeriksaan baik dihadapan penyidik, penuntut dan pemeriksaan
dipengadilan harus diperlakukan sama.
5. Asas
Terbuka untuk Umum
Asas
terbuka untuk umum pada pemeriksaan pengadilan maupun pembacaan putusan. Untuk
Tidak Pidana tertentu, (misal ; Tindak Pidana Pemerkosaan) pemeriksaan acara
pembuktian dilakukan Tertutup untuk umum,
begutu pula dengan pengadilan anak.
6. Pemeriksaan
dalam perkara pidana dilakukan secara langsung dan lisan
7. Peradilan
dilakukan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
8. Asas
Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam
Pemeriksaan, baik tahap penyidikan, Penuntut maupun di pengadilan, Tersangka
maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai denagn Harkat dan Martabat
sebagai manusia (diberi hak untuk membela diri) (Aquesator) tidak dianggap
sebagai barang atau objek yang diperiksa wujudnya (Inquesator)..
9. Asas
Tida Hukum Tanpa Kesalahan
Pengadilan
hanya dapat menghukum Tersangka atau terdakwa yang nyata-nyata mempunyai
kesalahan atas perbuatannya, ada peraturan yang dilanggar sebelum perbuatan itu
dilakukan.[1]
Hukum
Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh
hakim, mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan
yakni mulai tahap pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan
oleh jaksa/penuntut umum, kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat
hukumnya untuk mengajukan keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian,
acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik serta pemeriksaan dianggap selesai
dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan oleh hakim (Majelis) serta
penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Bab XVI
Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).
Peraturan
hukum yang mengatur juga tentang tahapan pelaksanaan terhadap putusan hakim
yang telah diambil, dalam hal ini dapat dibedakan apabila putusan tersebut
belum ‘’inkracht van gewijsde’’ dapat
dimungkinkan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya serta jaksa/ Penuntut Umum
melakukan banding, kemudian kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI
(Bab XVIII Pasal 233 sampai dengan Pasal 269 KUHAP) serta apabila putusan telah
“ inkracht van gewijsde” dan
terpidana tidak melakukan upaya grasi kepada Presiden selaku Kepala Negara,
putusan dapat dilaksanakan oleh jaksa dan Lembaga Pemasyarakatan dengan
pengawasan dan pengamatan oleh Ketua Pengadilan Negri (Bab XIX Pasal 270 sampai
dengan 283 KUHAP) sedangkan terpidana masih melakukan upaya grasi, putusan
tersebut ditunda terlebih dahulu pelaksanaannya menunggu upaya grasi tersebut turun[2]
Dari
tahapan-tahapan proses Hukum acara Pidana diatas ada yang disebut dengan
pembacaan dakwaan, dimana dakwaan merupakan surat tuntutan yang dibuat oeleh
jaksa yang ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dan
merupakan dasar bagi hakim dalam memeriksa dimuka pangadilan, Maka dari itu
penulis akan menulis suatu makala yang akan membahas tentang Surat Dakwaan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
Pengertian Surat Dakwaan ?
2.
Apa
Isi dan syarat Surat Dakwaan ?
3.
Apa
Bentuk-bentuk Surat Dakwaan?
4.
Bagaimana
Cara dan Theknik Pembuatan Surat Dakwaan
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui Pengertian Surat Dakwaan ?
2.
Untuk
mengetahui Isi dan syarat Surat Dakwaan
?
3.
Untuk
mengetahui Bentuk-bentuk Surat Dakwaan?
4.
Untuk
mengetahui Cara dan Theknik Pembuatan Surat Dakwaan
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini agar masyarakat mengetahui
dalam proses pemeriksaan perkara pidana di muka pengadilan ada tahapan-tahapan
yang harus dileati oleh terdakwa agar dalam praktek tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan hukum pidana materiel sehingga untuk mnjaga
penyimpangan tersebut harus ditaatinya hukum acara formil agar dapat menjamin
bahwa sanya hukum pidana materiel telah dijalankan sebagaiman mestinya, dalam
hal ini penulis menuliskan makala ini agar masarakat mengetahui dalam proses penyelidikan
di pengadilan ada yang dinamakan pembacaan Surat Dakwaan, maka dari itu penulis
dalam makala ini akan menjelas Surat dakwaan.
Penulisan
makalah ini juga bermanfaat bagi penulis sendiri dalam menambah ilmu
pengetahuan penulis sendiri maupun yang membaca dan memperkaya khasana
perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Surat Dakwaan
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana
karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa
perkara itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederbrug,
pemeriksaan tidak batal jika batasan-batasan dilampaui, namun putusan hakim
hanya boleh mngenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu, dalam
hal ini ada beberapa pengertian Surat Dakwaan menurut para ahli sebagai
berikut:
1. Harun M Husein
Surat dakwaan
ialah suatu surat yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum,
yang memuat uraian tentan identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak pidana
yang didakwakan dengan unsur-unsur tidak pidana sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan pidana yang bersangkutan, diseratai uraian tentang waktu dan tempat
tindak pidana dilakukan oleh terdakwa, surat yang menjadi dasar dan batas ruang
pemeriksaan di samping penadilan.
2. A. Krim Nasution
Suatu surat atau
akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat
disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi
hakim untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa
dapat dijatuhi hukuman.
3. M. Yahya Harahap
Surat dakwaan
adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan
merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang
pengadilan
4. Mr. I.A. Negerburgh
Surat ini adalah
sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana, karena ialah yang merupakan
dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim. Memang pemeriksaan
itu tidak batal jika batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan hakim hanyalah
boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas-batas itu.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian dari surat dakwaan adalah suatu surat yang merupakn suatu tuntutan
yang dibuat oleh jaksa berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan yang mana
perumusan tindak pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tindak pidana
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan
pidana yang bersangkutan dan merupakan suatu dasar serta landasan bagi hakim
dalam pemeriksaan di muka pengadilan.[3]
Fungsi Surat Dakwaan
Surat
Dakwaan menempati posisi sentral dan strategis dalam pemeriksaan perkara pidana
di Pengadilan, karena itu Surat Dakwaan sangat dominan bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas penuntutan. Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan
dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat
dikategorikan :
a.
Bagi Pengadilan/Hakim, Surat Dakwaan
merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar
pertimbangan dalam penjatuhan keputusan;
b.
Bagi Penutut Umum, Surat Dakwaan
merupakan dasar pembuktian/analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan
upaya hukum;
c. Bagi
terdakwa/Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan
pembelaan.
2.2 Isi dan Syarat-syarat Surat Dakwaan
Surat dakwaan merupakan suatu dasar
serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan peridangan dipengadilan yang mana
surat dakwaan ini dibuat oleh jaksa penuntut umum dari hasil pemeriksaan
penyidikan suatu perkara pidana, dan isi dari surat dakwaan ini berisikan
tindak pidana yang dilakukan terdakwa dirumuskan secara cermat, jelas dan
lengkap.
Perumusan cermat, jelas dan lengkap
merupakan aspek yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b
KUHAP. Apabila suatu surat dakwaan dibuat dengan melanggar ketentuan pasal
tersebut, surat dakwaan menjadi “obscuur
libel” dan batal demi hukum (“Van
rechtwege nietig” atau “null and void”).
Surat dakwaan berisikan perumusan
locus dan tempus delicti, aspek “locus dan tempus” delicti ini sangat penting
dan harus ada dan termuat dalam surat dakwaan. Dalam praktik, perumusan “locus
dan temous” delicti lazimnya dicantumkan dengan redaksional, misalnya
melalui kata-kata sebagai berikut: “Bahwa
terdakwa A pada hari minggu tanggal 29 juni 2011 sekitar pukul 16 WIb atau
setidak-tidaknya pada suatu hari dalam bulan juni tahun 2011, bertempat di
jalan Gajahmada Nomor 25, Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di tempat lain
yang masih dalam wilayah hukum Pengadilan Negri Jakarta Pusat.
Apabila
dirumuskan lebi detail, perumusan “locus dan tempus” terjadinya tindak
pidana dicantumkan dan penting urgensinya dalam aspek-aspek antara lain
-
Kompetensi
Relatif (Relative Competentie)
sebagaimana ketentuan Pasal 137, Pasal 148, Pasal 149 Jo 84 KUHAP.
-
Ruang lingkup
berlalunya undang-undang pidana (Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 KUHAP).
-
Berkorelatif
dengan unsur yang disyaratkan bagi tindak pidana dengan kualifikasi “(Pasal
154, Pasal 156, dan Pasal 160 KUHAP).
Sedangkan untuk perumusan “waktu atau tempus”
terjadinya tindak pidana dicantumkan penting urgensinya dalam aspek-aspek
sebagai berikut :
-
Penerapan
ketentuan Pasal 1 ayat (1), (2) KUHP khususnya dalam rangka mengetahui apakah
tindak pidana tersebut telah ada ketentuan hukumnya serta berkaitan dengan
perubahan undang-undang.
-
Penentuan adanya
alibi baik mengenai waktu maupun tempatnya.
-
Untuk penentuan
kepastian umum terdakwa dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 45 KUHP atau
kepastian umum si korban dalam tindak pidana kesusilaan.
-
Penentuan
tentang kadaluwarsa (Pasal 78 sampai dengan 82 KUHP).
-
Untuk melihat
keadaan yang bersifat memberatkan sebagaimana disyaratkan Pasal 363 KUHP
ataupun hal yang secara tegas ditentukan undang-undang untuk dapat terdakwa
dihukum (Pasal 123 KUHP).
-
Penentuan
Tentang residive (Pasal 486 sampai dengan 488 KUHP).
Syarat-syarat Surat Dakwaan
Pasal
143 (2) KUHAP menetapkan syarat syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan
Surat Dakwaan, yakni syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan
Penuntut Umum dan identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam
praktek disebut sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a
KUHAP, syarat formil meliputi :
a.
Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan
tanda tangan Penuntut Umum pernbuat Surat Dakwaan;
b.
Surat Dakwaan harus memuat secara
lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir,
umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan.
Disamping
syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam
praktek tersebut sebagai syarat materiil.
Sesuai
ketentuan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi :
a.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;
b.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.
Uraian
secara cermat, berarti menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam
mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi terdakwa. Dengan
menempatkan kata "cermat" paling depan dari rumusan pasal 143 (2)
huruf b KUHAP, pembuat Undang Undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam
membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek dan teliti.
Uraian
secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam
Surat Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan
terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik baiknya. Uraian
secara lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak
Pidana yang didakwakan. Unsur unsur tersebut harus terlukis didalam uraian
fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan.
Secara
materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat
Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang :
1. Tindak
Pidana yang dilakukan;
2. Siapa
yang melakukan Tindak Pidana tersebut;
3. Dimana
Tindak Pidana dilakukan;
4. Bilamana/kapan
Tindak Pidana dilakukan;
5. Bagaimana
Tindak Pidana tersebut dilakukan;
6. Akibat
apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil);
7. Apakah
yang mendorong terdakwa melakukan Tindak Pidana tersebut (delik delik
tertentu);
8. Ketentuan
ketentuan Pidana yang diterapkan.
Komponen
komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana
yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik
materiii). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah
syarat yang berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat Dakwaan, sedang syarat
materiil adalah syarat yang berkenaan dengan materi/substansi Surat Dakwaan.
Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak
terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan
(vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dakwaan
batal demi hukum (absolut nietig).
2.3
Bentuk-bentuk Surat Dakwaan
Tahap
penuntutan dalam hukum acara pidana diatur secara merinci dalam Bab XV Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”). Pasal 143 KUHAP menyatakan secara jelas
bahwa untuk mengadili suatu perkara, Penuntut Umum wajib mengajukan permintaan
disertai dengan suatu surat dakwaan.
Menyadari
betapa pentingnya peranan Surat Dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana di
Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor
SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Surat Edaran tersebut
ditujukan agar dapat keseragaman para Penuntut Umum dalam membuat surat
dakwaan. Dalam Surat Edaran ini, disebutkan tentang bentuk-bentuk surat dakwaan
antara lain:
1.
Dakwaan Tunggal
Dalam surat
dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak
terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti
lainnya;contoh hanya didakwakan Tindak Pidana Pencurian
(pasal 362 KUHP).
2.
Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat
beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan
alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk
dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana
mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun
dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan
tanpa harus memperhatikan urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka
dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat
Dakwaan ini, antara lapisan satu dengan yang lainnya menggunakan kata sambung
atau.
Contoh
dakwaan alternatif:
Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP)
atau
Kedua: Penadahan (Pasal 480 KUHP)
3.
Dakwaan Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan
alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang
disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai
pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai
dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak
Pidana yang diancam dengan pidana terendah.
Pembuktian dalam surat dakwaan ini
harus dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan teratas sampai dengan
lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas
dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.
Contoh
dakwaan subsidair:
Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340
KUHP)
Subsidair: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
4.
Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan
beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi
satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut
pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal Terdakwa melakukan
beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang
berdiri sendiri.
Contoh
dakwaan kumulatif:
Kesatu:Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
dan
Kedua: Pencurian dengan pemberatan
(Pasal 363 KUHP)
Dan
Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5.
Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di
dalam bentuk ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif
dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Contoh
dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair: Pembunuhan
berencana (Pasal 340 KUHP);
Subsidair: Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP);
dan
Kedua: Primair: Pencurian
dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);
Subsidair: Pencurian (Pasal 362 KUHP)
Berbeda halnya dengan dan, atau dan subsidair,
untuk kata juncto, kata ini digunakan untuk menjelaskan pasal yang
memiliki hubungan satu dengan lainnya. Pasal-pasal ini tidak dibatasi hanya
untuk satu undang-undang, pula tidak dibatasi hanya untuk penerapan pasal pada
tindak pidana. Contoh penggunaan kata juncto misalnya: A membantu B
dalam melakukan tindak pidana pembunuhan, maka A akan didakwa dengan Pasal 338
KUHP (tentang pembunuhan) jo. Pasal 55 KUHP (tentang Membantu Melakukan Tindak
Pidana), sedangkan B akan didakwa dengan Pasal 338 KUHP. Dakwaan di antara
keduanya berbeda agar menjelaskan bahwa A bukan merupakan pelaku utama seperti
yang diatur dalam Pasal 340 KUHP melainkan merupakan pembantu tindak pidana
tersebut sebagaimana dijelaskan keadaannya dalam Pasal 55 KUHP.
Mengingat hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka
penggunaan kata dan, atau, juncto, atau primair-subsidair
disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Dalam hal
terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak
Pidana dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan
ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif (menggunakan
kata atau) atau dakwaan subsidair. Sedangkan, dalam hal terdakwa
melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana
yang berdiri sendiri-sendiri dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif (menggunakan
kata dan).
2.4 Cara dan Theknik Pembuatan
Surat Dakwaan
Secara
teoritik pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidaklah ditemukan tentang
cara dan teknik pembuatan surat dakwaan. Suatu cara dan teknik pembuatan surat
dakwaan ini merupakan suatu kebiasaan prakti para praktisi hukum dengan
bertitik tolak melalui optik pengamatan dan pengalaman praktik, Surat Edaran
Jaksa Agung RI Nomor: SE-04/J.A/II/1993 tanggal 16 November 1993, Surat Edaran
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B-607/E/II/1993 dan ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terhadap cara dan teknik pembuatan
surat dakwaan perlu diperhatikan dan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Penelitian Berkas Perkara
Dalam
praktik, penelitian berkas perkara dari penyidik yang lazim disebut: “tugas
prapenuntutan” dilakukan seorang “Jaksa Penuntut” dengan bentuk formulir P-16.
Pada asasnya, fokus penelitian diarahkan pada terpenuhinya kelengkapan formal
dan meteriel, guna mengetahui sejauhmana fakta-fakta hasil penyidikan dapat
mendukung perumusan surat dakwaan beserta upaya pembuktian.
2.
Teknis Redaksional
Hal
ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta fakta dan perbuatan terdakwa yang
dipadukan dengan unsur unsur Tindak Pidana sesuai perumusan ketentuan pidana
yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta fakta perbuatan
terdakwa memenuhi segenap unsur Tindak Pidana sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumusan dimaksud harus dilengkapi dengan
uraian tentang waktu dan tempat Tindak Pidana dilakukan. Uraian kedua komponen
tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang sederhana
dan kalimat kallimat efektif.
3.
Pemilihan Bentuk Surat Dakwaan
Setelah
diidentifikasi jenis, sifat, tindak pidana dan ketentuan pidana yang dilanggar,
lalu dilakukan pemilihan bentuk surat dakwaan yang paling tepat. Bentuk surat
dakwaan disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan terdakwa, apabila
terdakwa hanya melakukan satu tindak pidana, digunakan dakwaan tunggal. Dalam
hal terdakwa melakukan satu tindak pidana yang menyentuh beberapa perumusan
ditentukan dalam undang-undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi
dan ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif atau
subsidaritas (bersusun lapis). Dalam hal terdakwa melakukan beberapa tindak
pidana yang berdiri sendiri, dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif.
4. Matrik
Surat Dakwaan
Dalam perkara-perkara yang sulit
pembuktiannya atau perkara-perkara penting, sebelum merumuskan konsep Surat
Dakwaan hendaknya disusun matrik surat dakwaan yang menggambarkan suatu bagan
(flowchart) mulai dari kualifikasi tindak pidana beserta pasal yang dilanggar ,
unsur-unsur tindak pidana, fakta-fakta perbuatan terdakwa, alat-alat bukti
pendukung dan barang bukti yang dapat mendukung upaya pembuktian. Masing-masing
komponen tadi diterapkan dalam satu kotak yang berhubungan secara paralel
dengan kotak yang berada disebelah kanannya. Dri flowchart tersebut tergambar:
kualifikasi dan ketentuan pidana yang dilanggar, unsur-unsur tindak pidana,
fakta-fakta perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana, alat
bukti yang mendukung pembuktian setiap
unsur pasal yang didakwakan dan barang bukti yang dapat melengkapi upaya
pembuktian. Sebelum disusun konsep akhir surat dakwaan sebagai persiapan
pelimpahan perkara dilakukan ekspose guna membahas surat dakwaan beserta upaya
pembuktian.[4]
Contoh
Surat Dakwaan
KEJAKSAAN
NEGERI SEMARANG
“ UNTUK KEADILAN “
SURAT DAKWAAN
No.Reg.Perkara : 25/D/04/2009
I. IDENTITAS TERDAKWA :
1. Nama Lengkap : Reki Kurniawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 36 tahun/ 20 April 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Pakintelan RT: 4 RW: 2, Pakintelan, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
2. Nama Lengkap : M Arief Setiawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 3 Februari 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Cempaka Sari RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
3. Nama Lengkap : Sony Hidayat
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 2 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Mangga RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
II. PENAHANAN
- Ditahan penyidik Polri sejak tanggal 4 April 2009 sampai dengan tanggal 7 April 2009
- Ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polri tanggal 7 April 2009
- Oleh Jaksa Penuntut Umum tidak dilakukan Penahanan
III. DAKWAAN
Primair :
------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada hari Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 WIB bertempat di kost Beruang Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati telah melakukan penganiayaan yang telah direncanakan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
------Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa dan bila saat itu tidak bertemu manto maka sebagai pengganti rasa kecewa terdakwa sepakat untuk menganiaya siapa saja yang berada di kost beruang. Kebetulan pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang sontak menjadi pelampiasan amarah para terdakwa usai melampiaskan amarah terdakwa juga meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada korban lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 353 ayat 1 KUHP.
Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melakukan pemerasan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo untuk memberikan sejumlah uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Selain itu terdakwa juga memaksa korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) setelah menerima uang tersebut terdakwa pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 1 KUHP.
Lebih Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dan melawan hukum melakukan penganiayaan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Pelampiasan amarah dilakukan terdakwa dengan cara meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) disertai dengan kekerasan. Setelah korban menyerahkan uang terdakwa lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 268 ayat 1 KUHP.
Semarang, 15 Maret 2009
JAKSA PENUNTUT UMUM
INDRA SINAGA.S.H
JAKSA MUDA NIP. 230028068
“ UNTUK KEADILAN “
SURAT DAKWAAN
No.Reg.Perkara : 25/D/04/2009
I. IDENTITAS TERDAKWA :
1. Nama Lengkap : Reki Kurniawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 36 tahun/ 20 April 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Pakintelan RT: 4 RW: 2, Pakintelan, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
2. Nama Lengkap : M Arief Setiawan
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 3 Februari 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Cempaka Sari RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
3. Nama Lengkap : Sony Hidayat
Tempat Lahir : Semarang
Umur/Tgl lahir : 25 tahun/ 2 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Gg Mangga RT: 2 RW: 2, Sekaran, Gunungpati
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : SMA
II. PENAHANAN
- Ditahan penyidik Polri sejak tanggal 4 April 2009 sampai dengan tanggal 7 April 2009
- Ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Polri tanggal 7 April 2009
- Oleh Jaksa Penuntut Umum tidak dilakukan Penahanan
III. DAKWAAN
Primair :
------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada hari Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 WIB bertempat di kost Beruang Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati telah melakukan penganiayaan yang telah direncanakan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
------Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa dan bila saat itu tidak bertemu manto maka sebagai pengganti rasa kecewa terdakwa sepakat untuk menganiaya siapa saja yang berada di kost beruang. Kebetulan pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang sontak menjadi pelampiasan amarah para terdakwa usai melampiaskan amarah terdakwa juga meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) kepada korban lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 353 ayat 1 KUHP.
Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melakukan pemerasan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo untuk memberikan sejumlah uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Selain itu terdakwa juga memaksa korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) setelah menerima uang tersebut terdakwa pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 1 KUHP.
Lebih Subsidair :
-------Bahwa terdakwa Reki Kurniawan, M Arief Setiawan, Sony Hidayat pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair diatas dengan sengaja dan melawan hukum melakukan penganiayaan terhadap Adhitya Wildana dan Joko Susilo. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
-------Pada malam hari Pada Rabu tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 17.00 para terdakwa datang ke kost Jl. Cempaka Sari Rt:2 Rw:2, Sekaran, Gunungpati dengan niatan untuk menagih hutang kepada Manto yang selalu menghindar ketika akan di temui terdakwa. Pada saat itu Manto sedang tidak berada di tempat sehingga memercik amarah para terdakwa. Pada saat itu pada saat itu di dalam kost hanya Adhitya Wildana dan Joko Susilo yang kemudian menjadi pelampiasan amarah dari terdakwa. Pelampiasan amarah dilakukan terdakwa dengan cara meminta uang sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) disertai dengan kekerasan. Setelah korban menyerahkan uang terdakwa lalu pergi meninggalkan tempat kejadian.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 268 ayat 1 KUHP.
Semarang, 15 Maret 2009
JAKSA PENUNTUT UMUM
INDRA SINAGA.S.H
JAKSA MUDA NIP. 230028068
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum
Acara Pidana mengatur bagai mana cara dan proses pengambilan putusan oleh
hakim, mengenai aspek ini dimulai melalui tahap pemeriksaan didepan persidangan
yakni mulai tahap pemeriksaan identitas terdakwa, pembacaan catatan/ dakwaan
oleh jaksa/penuntut umum, kemudian diberi kesempatan terdakwa/penasihat
hukumnya untuk mengajukan keberatan/eksepsi, dilanjutkan acara pembuktian,
acara tuntutan, pembelaan, replik dan duplik serta pemeriksaan dianggap selesai
dan dilanjutkan musyawarah dalam pengambilan putusan oleh hakim (Majelis) serta
penjatuhan/pengucapan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Bab XVI
Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP).
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal
yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan
didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederbrug, pemeriksaan tidak batal
jika batasan-batasan dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mngenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian dari surat dakwaan adalah suatu surat yang merupakn suatu tuntutan
yang dibuat oleh jaksa berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan yang mana
perumusan tindak pidana yang didakwakan dengan unsur-unsur tindak pidana
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan
pidana yang bersangkutan dan merupakan suatu dasar serta landasan bagi hakim
dalam pemeriksaan di muka pengadilan.
Syarat-syarat sebuah surat dakwaan ada dua yaitu
syarat formil dan syarat materiel yang diatur dalam Pasal 143 (2) KUHAP yakni
syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan Penuntut Umum dan
identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam praktek disebut
sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a KUHAP, syarat
formil meliputi :
c.
Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan
tanda tangan Penuntut Umum pernbuat Surat Dakwaan;
d.
Surat Dakwaan harus memuat secara
lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir,
umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan.
Disamping
syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam
praktek tersebut sebagai syarat materiil.
Sesuai
ketentuan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi :
c.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;
d.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.
Secara
materiil suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat
Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang :
9. Tindak
Pidana yang dilakukan;
10. Siapa
yang melakukan Tindak Pidana tersebut;
11. Dimana
Tindak Pidana dilakukan;
12. Bilamana/kapan
Tindak Pidana dilakukan;
13. Bagaimana
Tindak Pidana tersebut dilakukan;
14. Akibat
apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil);
Bentuk-bentuk
Surat Dakwaan berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung
Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan:
1. Dakwaan Tunggal
2. Dakwaan
Alternatif
3. Dakwaan
Subsidair
4. Komulatif
5. Kombinasi
Cara dan teknik pembuatan Surat Dakwaan yaitu:
1. Penelitian
Berkas Perkara
2. Teknis
Redaksional
3. Pemilihan
Bentuk Surat Dakwaan
4. Matrik
Surat Dakwaan.
Saran
Penulisan
makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca memperkaya
khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan
makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lilik
Mulyadi, S.H., M.H. HUKUM ACARA PIDANA Normatif, Teoritis, Peraktik dan
Permasalahannya, PT Alumni , Bandung-2007, .
Diani
Kesuma, S.H,. M.H. HUKUM ACARA PIDANA, Materi Perkuliahan dan Pendidikan Khusus
Profesi Advokat, Jakarta 2011.
Prof, Dr. Andi Hamzah, S.H., HUKUM ACARA
PIDANA INDONESIA, Sinar Grafika 2001,jakarta 200.
DR.
Andi Hamzah, S.H. HUKUM PIDANA dan ACARA PIDANA, Yudhistira jakarta cetakan
pertama Mei 1986.
Kitab
Undang-undang Hukum pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Puataka yistisa Yogyakarta cetakan
II 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar