Kamis, 13 Februari 2014

SEJARAH KONSTITUSI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Konstitusi dengan istilah lain Constitution atau Verfasung dibedakan dari Undang-Undang Dasar atau Grundgesetz. Karena suatu kekhilafan dalam pandangan orang mengenai mengenai kosntitusi pada negara-negara modern, maka pengertian kosntitusi itu kemudian disamakan disamakan dengan undang-undang dasar. Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum. Begitu besar pengaruh faham kodifikasi, sehingga setiap peraturan hukum karena pentingnya itu harus ditulis, dan konstitusi yang ditulis itu adalah Undang- Undang Dasar.[1]
Jika faham Herman Heller dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui arti konstitusi, maka akan terlihatlah bahwa benar-benar konstitusi itu mempunyai arti yang lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar. Apabila penegrtian Undanga-Undang Dasar itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi, maka arti Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi yang ditulis (konstitusi tertulis).[2]
Baca Selengkapnya
Dalam hal itu di baik konstitusi tertulis ada yang dinamakan konstitusi tidak tertulis, namun konstitusi tidak tertulis  hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lazim ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, ini merupakan salah satu dari sifat konstitusi yaitu tertulis dan tidak tertulis. Salah satu negara di dunia yang mempunyai konstitusi tidak tertulis hanyalah negara Inggris, namun prinsip-prinsip yang dicantumkan dalam konstitusi, di Inggris dicantumkan dalam Undang-Undang biasa, seperti Bill of Rights. Dengan demikian suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis, karena ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal diatur dalam konstitusi konvensi-konvensi atau kebiasan-kebiasaan suatu ketata negaraan.[3] 
Menurut sifat-sifatnya konstitusi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu flexible dan rigid. Flexible dan rigid adalah sifat suatu konstitusi, yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan  dengan luwes dan kaku. Dalam menentukan suatu konstitusi bersifat flexibel dan rigid dapat dipakai ukuran sebagai berikut yaitu: cara merubah konstitusi tersebut, dan apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti perkembangan zaman.
Dalam hal itu, Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, yang artinya bahwa segala sesuatu tindakan penguasa maupun rakyat berdasarkan atas hukum, maka suatu hukum yang menjadi patokan bersikap tindak tersebut diatur dalam suatu dokumen negara.
Aturan-aturan tersebut tidak terlepas dari suatu aturan yang dinamakan aturan dasar atau yang lazim disebut konstitusi, maka dalam hal ini pengertian konstitusi yang dianut oleh Negara Indonesia merupakan pengertian konstitusi secara tertulis, dimana konstitusi yang dimiliki oleh Negara indonesia merupakan konstitusi tertulis yang dituangkan dalam dokumen nagara. Namun di Negara Indonesia Konstitusi merupakan hukum dasar yang dijadikan patokan dalam penyelenggaraan suatu negara, konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar.[4]
Negara Indonesia sebagai negara yang memiliki konstitusi atau UUD sebagai suatu patokan dalam bersikap tindak yang berisi sebua peraturan yang abstrak (Grundnorm) memiliki sejarah panjang dalam hal konstitusi, baik dalam pembentukan maupun dalam hal perubahan dari masa kemasa. Maka dari itu dalam makala ini akan dibahas mengenai suatu proses maupun sejarah dari pembntukan konstitusi atau UUD Negara Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

1. SEJARAH SINGKAT KONSTITUSI
Setiap zaman yang disentuh telah menyumbangkan bagiannya pada sejarah secara keseluruhan, konstitusionalisme Yunani memberikan inspirasinya pada firasat politik dan selama masa kebangkitan kembali ilmu pengatuhan pada abad ke-15,membuka pikiran umat manusia tentang tujuan-tujuan pemerintahan politik yang lebih murni. Kontitualisme Romawi menyumbangkan realitas hukum dan cita-cita kesatuan. Kemajuan sentralisasi lewat raja di Inggris, Perancis, Spanyol selama abad pertengahan penting untuk menghancurkan kejahatan feodalisme dan meletakkan dasar politik nasional  walaupun perkembangan representatif sebagian-sebagian di negara itu menandai permulaan negara berat dan gerakan dewan (the Conciliar Movement) menekankan lahirnya pembagian Eropa secara nasional.
            Reformasi menghasilkan teladan toleransi antara umat beragama dan pada saat yang sama, meningkatkan kekuasaan raja lewat berdirinya gereja negara yang mengubah ketidakpuasaan agama menjadi pemberontakan politik.yang menyebabkan manusia meyakini bahwa jalan menuju kebebasan beragam adalah melalui pemerintahan politik. Konstitualisme Inggris yang memasukkan kontinuaitas kehidupan institusi liberal selama berabad-abad- semantara ditempat lain, kehidupan institusi liberal mungkin sudah lenyap/tidak pernah ada-mungkinkah berkembang institusinya sendiri diantara komunitas-komunitas lain diseluruh dunia.
            Pada abd ke-18 meletakkan pondasi bagi doktrin demokrasi modern. Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis menyumbangkan contoh konstitusi terdokumentasi pertama kepada dunia modern, sehingga menemukan cara tercepat untuk merekonsiliasikan kebebasan yang otoritas, hak manusia dan pemerintahan yang dipengaruhinya. Sementara itu, walaupun berlebihan revolusi Perancis mewariskan gagasan kebebasan, persamaan dan kesaudaraan kepada abad ke-19 untuk didirikan diatas pondasi lebih permanen daripada penyokongnya terdahulu.
Pada abad ke-19 menyaksikan gagasan reformasi liberal dan nasionalisme berjuang untuk mendapat pengakuan beserta secara parsial dalam bentuk politik. Revolusi industry memeberikan hak suara kepada golongan menengah dan membangun benteng demokrasi modern dan dengan menghasilkan golongan baru kelas pekerja yang menganut dan mendapat lebih banyak hak-hak politik.  Perserikatan bangsa-bangsa memberikan cara yang mempergunakan konstitusional bagi dunia ini untuk mencapai dan memelihara perdamaian dunia dalam zaman nuklir ini. Jika dunia bersedia menyetujuinya.
Uraian singkat ini adalah bahwa konstitusionalisme demokrasi nasional, sekuno apapun asal-usulnya tetap merupakan suatu tahapan eksperimental. Jika ingin bertahan dalam kompetisi dengan tipe pemerintahan yang lebih revolusioner. Terus menerus beradaptasi dengan kondisi masyarakat modern yang selalu berubah-ubah.[5]

2. SEJARAH SINGKAT KONSTITUSI INDONESIA
A.    Zaman Prakemerdekaan
Sebelum kemerdekaan pada tahun 1945, bangsa Indonesia telah memiliki tradisi sejarah yang sangat panjang dalam kegiatan bernegara. Kerajaan besar dan kecil timbul tenggelam silih berganti di sepanjang sejarah penduduk nusantara sampai akhirnya bangsa ini dijajah oleh bangsa Eropa dan akhirnya berhasil memproklamasikan kemerdekaan sebagai satu negara yang berdaulat pada tangal 17 Agustus 1945. Sejarah bangsa Indonesia sejak dahulu kala sampai menjelang terbentuknya negara Republik Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mengalami perjalanan yang sangat panjang dalam membangun tradisi kehidupan bernegara sebagaimana dikenal dalam semua tradisi dan peradaban umat manusia di seluruh dunia.
B.     Zaman Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka semua lembaga-lembaga dizaman Hindia Belanda tersebut menjadi sumber inspirasi pembentukan kelembagaan negara dan dalam rangka penyusunan undang-undang dasar. Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sehari sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat dikatakan bahwa Republik Indonesia memiliki beberapa naskah Undang-Undang Dasar sebagai dokumen hukum tertinggi dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara. Naskah Undang-Undang Dasar yang berlaku secara resmi adalah (i) UUD 1945, (ii) UUD RIS 1949, (iii) UUDS 1950, (iv) UUD 1945 beserta penjelasannya, dan (v) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 setelah mengalami perubahan.[6]
           
BAB III
PROSES PEMBENTUKAN DAN LEMBAGA NRGARA

1.      UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pada minggu pertama bulan Agustus 1945, BPUPKI telah menyelesaikan tugasnya dengan berhasil menyusun naskah undang-undang dasar dalam rangka persiapan Indonesia merdeka. Menurut rencana, PPKI mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945 dan 24 Agustus 1945 diharapkan telah disahkan. Rencana yang telah disepakati tersebut ternyata tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada tanggal 6 Agustus 1945 tentara sekutu menjatuhkan bom atom di Hirosjima, dan tanggal 9 Agustus 1945 bom dijatuhkan lagi oleh tentara sekutu di Nagasaki. Karena itu Kaisar Jepang menyatakan menyerah kepada Tentara Sekutu. PPKI mengambil langkah-langkah sendiri di luar pengetahuan. Sehingga PPKI ini pula yang sehari setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan naskah Undang-Undang Dasar 1945. Hasil kerja Panitia Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI juga diterima oleh PPKI, termasuk mengenai teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut dicetuskan oleh 9 orang tokoh bangsa pada tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta yang memuat pokok-pokok pikiran tentang Negara Indonesia merdeka, dan setelah tujuh kata yang berkenaan dengan syariat dan Islam dihilangkan, ,maka seluruh isinya dijadikan teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.[7]
Maka dari itu, saat ini setalah memperingati hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus, sehari sesudanya kita akan memperingati hari konstitusi pada tanggal 18 Agustus berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Hari Konstitusi , ini merupakan suatu terobosan besar yang dicetuskan oleh seorang tokoh yang bernama  Mochamad Isnaeni Ramdhan melalui artikelnya yang berjudul Hari Konstitusi Indonesia[8]

2.      KONSTITUSI RIS 1949
Konstitusi RIS 1949 itu adalah konstitusi tertulis sehingga karena itu sebutan yang tepat untuk itu adalah undang-undang dasar Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949.[9] Naskah konstitusi Repbuklik Indonesia Serikat disusun bersama oleh delegasi Republik Indonesia dan Delegasi BFO ke konferensi Meja Bundar. Konferensi Meja Bundar menyepakati 3 hal :
1.      Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat.
2.      Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi 3 hal, yaitu (a)piagam penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda kepada Pemerintah RIS; (b)status uni; (c)persetujuan perpindahan.
3.      Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Rancangan UUD itu disepakati bersama oleh kedua belah pihak untuk diberlakukan sebagai Undang-UNdang Dasar RIS. Naskah ini disampaikan kepada Komite Nasional Pusat sebagai lembaga perwakilan rakyat di Republik Indonesia dan kemudian resmi mendapat persetujuan Komite Nasional Pusat tersebut pada tanggal 14 Desember 1949 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949.konstitusi RIS yang disusun dalam rangka Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun 1949 itu, pada pokoknya juga dimaksudkan sebagai UUD yang bersifat sementara.[10]
3.      UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA 1950
Bentuk negara federal RIS ini tidak bertahan lama. Dalam rangka Konsolidasi kekuasaan itu, mula-mula tifa wilayah negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur menggabungkan diri menjadi satu wilayah Rebuplik Indonesia.sehingga akhirnya sepakat antara Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia untuk kembali bersatu mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia. Kesepakatan itu dituangkan dalam satu naskah persetujuan bersama pada tangggal 19 Mei 1950. Setelah selesai, rancangan naskah Undang-Undang Dasar itu kemudian disahkan oleh badan pekerja komite nasional pusat pada tanggal 12 Agustus 1950, dan oleh dewan perwakilan rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950. Selanjutnya, naskah UUD baru ini diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus, 1950. UUDS 1950 ini bersifat mengganti, sehingga isinya tidak hanya mencerminkan perubahan terhadap konstitusi RIS itu dengan naskah baru sama sekali dengan nama Undang-Undang Dasar Sementara 1950.[11]           
Undang  Undang dasar sementara adalah merupakan bagian daripada undang undang federal no.7 tahun 1950, undang-undang tersebut terdiri dari dua pasal saja pasal I dan pasal II :
1.      Pasal I menentukan tentangt diubah nya konsitusi republic Indonesia serikatmenjadi undang undang dasar sementara dan setelah itu dimauat selengkapamnya naskah dari pada undang undang dasar sementara , yaitu mukaddimahya beserta dengan 146 pasal pasal .
2.      Pasal II menentukan tentang berlakunya undang undang dasar semantara[12]
Pemilihan umum untuk memilih anggota konstituante. Pemilihan umum ini di adakan berdasarkan ketentuan UU No.7 Tahun 1953. Undang-Undang ini berisi dua pasal. Pertama, berisi ketentuan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUDS 1950, Kedua berisi ketentuan mengenai tanggal mulai berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 itu menggantikan Konstitusi RIS, yaitu tanggal 17 Agustus 1950. Atas dasar UU inilah diadakan Pemilu tahun 1955, yang menghasilkan terbentuknya Konstituante yang diresmikan di kota Bandung pada tanggal 10 November 1956.[13]
4.      Proses Pembentukan Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu,  konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Ada beberapa cara yang harus ditempuh dalam hal melakukan perubahan suatu Konstitusi atau UUD, tergantung kepada bunyi pasal perubahan dalam konstitusi atau UUD tersebut. Tetapi sesuai dengan pembagian konstitusi, rigid dan flexibel, maka sudah barang tentu bagi konstitusi-konstitusi yang tergolong flexibel jauh lebih muda untuk merubahnya, sehingga K.C. Wheare mengatakan perubahannya cukup dengan “the ordinary legislative process”, seperti di New Zeland. Sedangkan untuk konstitusi-konstitusi yang tergolong rigid, menurut Sri Soemantri yang berpedoman kepada pendapat C.F Strong, maka cara perubahannya dapat digolongkan sebagai berikut
1.      Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
2.      Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi  yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
3.      Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi  dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
4.      Perubahan  konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila  ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar. [14]
Ismail Suny mengemukakan, bahwa proses perubahan konstitusi dapat terjadi dengan berbagai cara, karena:
a.       Prubahan resmi,
b.      Penafsiran hakim, dan
c.       Kebiasaan ketatanegaraan/konvensi.[15]
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu:
1.      Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2.      Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui  oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi, yaitu :
a.       Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerima perubahan.
b.      Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia
c.       Negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
d.      musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan yang  dikemukakan oleh Hans Kelsen. Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah  ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1.             Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2.             Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3.             Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4.             Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5.             Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6.             Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7.             Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8.             Periode 10 Agustus  2002 – sampai sekarang
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1.      Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
2.      Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
a.     16 Bab;
b.    37 Pasal
c.     4 aturan peralihan;
d.    2 Aturan Tambahan.
3.      Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga saat ini. Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
A. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a.       Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi :       Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
b.      Pasal 7 berbunyi :           Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c.       Pasal 14 berbunyi :        Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1)   Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
(2)   Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d.      Pasal 20 ayat 1 :             Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
B. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
e. Pasal 20  berbunyi :  Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
f.        Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara ditetapkan dengan Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
g.  Pasal 28  memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13   hak asasi manusia.
C. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat  (1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
g. Pasal 1 ayat (2) berbunyi :  Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
h. Ditambah Pasal 6A :  Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
i.   Pasal 8 ayat (1) berbunyi :  Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya
j.   Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1.      Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
2.      Pasal 24C :  mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
D. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
k. Pasal 2 ayat (1) berbunyi :  MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi :  MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
l.   Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus.
Diubah menjadiPresiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-undang
m.           Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
n. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :
a.       Pasal 1 ayat (2):
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.
b.      Pasal 2 ayat (1):
MPR terdiri dari :
1.      Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2.      Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika Serikat; Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR. bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c.       Pasal 5 ayat (1):
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)
d.      Pasal 6 ayat (1) dan 6A:
Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e.       Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
f.        Pasal 14:
Presiden memberi :
1.         Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung


BAB IV
PERUBAHAN UUD 1945

1. PERUBAHAN TERHADAP  UUD 1945
A. Naskah Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 21 bab, 37 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.

B. Perubahan UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
a.       Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
b.      Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
c.       Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
d.      Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
e.       Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Gagasan perubahan UUD 1945 kembali muncul dalam perdebatan pemikiran ketatanegaraan dan menemukan momentumnya di era reformasi. Pada awal masa reformasi, Presiden membentuk tim Nasional Reformasi menuju Masyarakat Madani yang didalamnya terdapat kelompok Reformasi Hukum dan Perundang-undanagn. Kelompok tersebut menghasilkan pokok-pokok usulan amandemen  UUD 1945 yang perlu dilakukan mengingat kelemahan-kelemahan dan kekosongan dalam UUD 1945 sebelum Perubuhan. Kelemhan –kelemahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Struktur UUD 1945
b.      Berkaitan dengan sistem “Check and Balance”
c.       Ketentuan-ketentuan yang tidak jelas
d.      Ketentuan-ketentuan organik dalam UUD 1945
e.       Kedudukan Penjelasan UUD 1945.[16]
Gagasan Perubahan UUD 1945 menjadi kenyataan dengan dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pada sidang Tahunan MPR  1999, seluruh fraksi di MPR membuat kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945, yaitu:
a.       Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;
b.      Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.       Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensil (dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum presidensil)
d.      Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD 1945; dan
e.       Sepakat untuk menempuh cara addendum dalam melakukan amandemen UUD 1945.[17]
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap sejak Tahun 1999 sampai dengan 2002 dalam sidang MPR. Setelah Perubahan keempat UUD 1945 yang diputuskan MPR pada sidang Tahun 2002, pada saat itu pula MPR memutuskan untuk membentuk komisi Konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR. Pembentukan Komisi Konstitusi ini dimuat dalam Ketetapan MPR No.I/2002 tentang pembentukan Komisi Konstitusi.[18]
Komisi Konstitusi ini sekarang yang kita kenal dengan Mahkamah Konstitusi, dimana segala tugas, fungsi, dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah  diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.


 
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
`Konstitusi adalah instrument wajib yang harus dimiliki oleh suatu Negara, tanpa Konstitusi Negara tidak akan berjalan dengan baik, karena arah dari perjalanan suatu Negara ditentukan oleh Konstitusi itu sendiri. Meskipun para ilmuan memiliki banyak definisi tentang Konstitusi namun, secara umum Konstitusi adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu Negara baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.
          Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara.
PPKI dalam hal ini, sehari setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan naskah Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu, saat ini setalah memperingati hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus, sehari sesudanya kita akan memperingati hari konstitusi pada tanggal 18 Agustus berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Hari Konstitusi , ini merupakan suatu terobosan besar yang dicetuskan oleh seorang tokoh yang bernama  Mochamad Isnaeni Ramdhan melalui artikelnya yang berjudul Hari Konstitusi Indonesia.

Konstitusi RIS 1949 itu adalah konstitusi tertulis sehingga karena itu sebutan yang tepat untuk itu adalah undang-undang dasar Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949. Naskah konstitusi Repbuklik Indonesia Serikat disusun bersama oleh delegasi Republik Indonesia dan Delegasi BFO ke konferensi Meja Bundar. Konferensi Meja Bundar menyepakati 3 hal :
1.         Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat.
2.         Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi 3 hal, yaitu (a)piagam penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda kepada Pemerintah RIS; (b)status uni; (c)persetujuan perpindahan.
3.         Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Undang  Undang dasar sementara adalah merupakan bagian daripada undang undang federal no.7 tahun 1950, undang-undang tersebut terdiri dari dua pasal saja pasal I dan pasal II :
1.         Pasal I menentukan tentangt diubah nya konsitusi republic Indonesia serikatmenjadi undang undang dasar sementara dan setelah itu dimauat selengkapamnya naskah dari pada undang undang dasar sementara , yaitu mukaddimahya beserta dengan 146 pasal pasal .
2.         Pasal II menentukan tentang berlakunya undang undang dasar semantara.
Maka dari itu, Atas dasar UU inilah diadakan Pemilu tahun 1955, yang menghasilkan terbentuknya Konstituante yang diresmikan di kota Bandung pada tanggal 10 November 1956.
Ada beberapa cara yang harus ditempuh dalam hal melakukan perubahan suatu Konstitusi atau UUD, tergantung kepada bunyi pasal perubahan dalam konstitusi atau UUD tersebut. Tetapi sesuai dengan pembagian konstitusi, rigid dan flexibel, maka sudah barang tentu bagi konstitusi-konstitusi yang tergolong flexibel jauh lebih muda untuk merubahnya, sehingga K.C. Wheare mengatakan perubahannya cukup dengan “the ordinary legislative process”, seperti di New Zeland. Sedangkan untuk konstitusi-konstitusi yang tergolong rigid, menurut Sri Soemantri yang berpedoman kepada pendapat C.F Strong, maka cara perubahannya dapat digolongkan sebagai berikut
1.      Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislative.
2.      Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum.
3.      Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian.
4.      Perubahan  konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah  ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1.      Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2.      Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3.      Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4.      Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5.      Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6.      Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7.      Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8.      Periode 10 Agustus  2002 – sampai sekarang
Gagasan perubahan UUD 1945 dilakukan karena adanya kelemhan–kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945 sebelum Perubahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.                   Struktur UUD 1945
2.                   Berkaitan dengan sistem “Check and Balance”
3.                   Ketentuan-ketentuan yang tidak jelas
4.                   Ketentuan-ketentuan organik dalam UUD 1945
5.                   Kedudukan Penjelasan UUD 1945.
Pada sidang Tahunan MPR  1999, seluruh fraksi di MPR membuat kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945, yaitu:
1.                   Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;
2.                   Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3.                  Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensil (dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum presidensil)
4.                  Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD 1945; dan
5.                  Sepakat untuk menempuh cara addendum dalam melakukan amandemen UUD 1945.
UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia telah mengalami sejarah yang sangat panjang sperti yang telah dijelaskan di atas dan telah mengalami pasang surut serta perubahan-peubahan, dari awal pembentukan hingga proses amandemen. Hal ini adalah agar terwujud suatu kesempurnaan yang dapat mewujudkan cita-cita bangsa. Dan dengan masalah-masalah yang di hadapi bangsa Indonesia diharapkan dapat menjadikan bangsa kita menjadi lebih dewasa dan lebih bijak dalam proses berbangsa dan bernegara.
















DAFTAR PUSTAKA
Buku
Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia & CV Sinar Bakti, 1985).
C.F. STRONG, Konstitusi Konstitusi Politik Modern, (Bandung: Nusa Media2011).
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika 2010).
Jimly Asshiddique, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer 2007).
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara 1996).

Wabside
Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum  Nasional, dikutip dari http://www.jimly.com/ Pada tanggal 10-12-2013.








[1] Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia & CV Sinar Bakti, 1985), hlm 64.
[2] Ibid, hlm 65.
[3] Ibid, hlm 79.
[4] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika 2010), hlm 29.
[5] C.F. STRONG, Konstitusi Konstitusi Politik Modern, (Bandung: Nusa Media2011) hlm. 71
[6] Jimly Asshiddique, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer 2007) hlm.55
[7] Jimly Asshiddique, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer 2007) hlm.77
[9] Ibid, hlm 85.
[10] Ibid, hlm 37.
[11] Ibid, hlm 38.
[12] Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara 1996) hlm.75
[13] Ibid, hlm 39.
[14] OP,Cit., hlm 85-85.
[15] Ibid.
[16] Jimly Asshiddique, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum  Nasional, dikutip dari http://www.jimly.com/ Pada tanggal 10-12-2013.
[17] Ibid, hlm 9-10.
[18] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar