Jumat, 23 Juli 2010

hukum islam ( fatwah )

HUKUM ISLAM

FATWAH

Disusun oleh:

DANIEL.SAMOSIR
3009210138

KATA PENGANTAR

Makalah yang saya susun ini berdasarkan apa yang telah saya pelajari dari hukum Islam terutama yang mengenai Fatwa.
Penyusunan makalah ini memperhatikan apa yang diajarkan oleh AL- QURAN dan ketentuan-ketentuan yang mengatur segala apa yang dilarang dan apa yang dibolehkan dalam kehidupan beragama Islam.
Selanjutnya materi-materi dalam makalah ini saya kutip dari apa yang telah diberikan dosen fhup dan fatwah yang di keluarkan oleh MUI.

PENDAHULUAN

Sebelum kita membicarakan fatwah alangkah baik nya kita harus mengetahui apa itu HUKUM ISLAM,karena apa yang akan saya jabarkan dalam makalah ini adalah salah satu Hukum yang berlaku di agama islam.
Hukum islam ialah seperangkat kumpulan norma-norma hukum yang mengatur manusia dalam kehidupan dalam berbagai hubungan agar selamat dan damai di dunia,dan norma yang bersifat menyerahkan diri pada konsep ALLAH agar selamat di dunia dan di akhirat.
Hukum islam juga mempunyai fungsi untuk menciptakan keteriban umum dalam kehidupan masyarakat agar dapat mencapai kesejahteraan dan mengantarkan manusia kejenjang kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

HUKUM PRDATA

HUKUM PERDATA :

HUKUM PERKAWINAN

Disusun oleh:
Daniel Samosir
3009210138

KATA PENGANTAR

Suatu makalah yang saya susun ini berdasarkan dari apa yang telah saya pelajari dari hukum perdata khusus nya pada hukum perkawinan.
Penyusunan makala ini dengan memperhatikan berlaku nya Undang-Undang No. 1 tahun 1974
Yang telah membawa perubahan-perubahan terhadap hukum perkawinan di indonesia.
Selanjutnya penyusunan makala ini saya ambil dari materi-materi yang telah diberikan oleh dosen fhup dan buku hukum perkawinan.

DAFTAR ISI :

Halaman
Kata Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
Kata Penantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
Bab I Pengeritan Perkawinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Bab II Syarat-syarat Perkawinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Bab III Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
Bab IV Hak dan Kwajiban Suami-Istri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Bab VI Harta Benda Suami-Istri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
Bab VII Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7


PENDAHULUAN

Sebelum kita membicarakan hukum perkawinan ini terlebih dahulu baikla kita mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum perdata,karenana hukum perkawinan adalah suatu pembagian dari materi hukum perdata.
Hukum perdata merupakan hukum sipil atau sering dikatakan hukum privat yang meliputi segala hukum “privat materil”,yaitu segala hukum pokok yang menagatur kepentingan-kepentingan perseorangan atau perseorangan satu dengan perseorangan yang lain.
Kemudian hukum perdata ini ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.Hukum perdata yang tertulis ialah huukum perdata sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang hukum perdata, sedangkan hukum perdata yang tidak tertulis ialah hukum Adat.
Jadi yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah hukum perdata tertulis yaitu hukum perkawinan yang menurut Undang-Undang perkawinan.
Baca selengkapnya


BAB I
PENGERTIAN PERKAWINAN

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 1 UU No. 1 thn 1974 ). Jadi suatu perkawinan itu bukanlahhanya sekedar melakukan hubungan perikatan semata melainkan hubungan yang sakaral dihadapan Tuhan dan manusia.
Undang-undang memandang perkawinan merupakan hubungan keperdataan,sehingga segala sesuatunya diatur oleh Undang-Undang tersebut artinya dalam melaksanakan suatu perkawinan mempunyai ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang .
Apbila seorang calon suami istri melangsungkan suatu pernikahan tidak sesuai dengan apa yang telah diatur oleh undang-undang maka perkawinan tersebut akan diancam dengan pembatalan perkawinan.

BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN

Suatu perkawinan yang sah haruslah melengkapi syarat-syarat yang telah diatur oleh Undang-Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 yaitu:
Syarat Materil . .Materiel Absolut
.Materiel Relatif
Syarat Formil.
Syarat Materiel:
1. Tidak dalam status prkawinan (asas monogami. Ps.3 ayat 1)
Persetujuan bebas (Ps.6 ayat 1).
3. Batas usia. Pria 19 thn dan wanita 16 thn (Ps.7 ayat 1).
4. Waktu tunggu,bagi janda (Ps.11). Kemudian Ps.39 P.P No.9 thn
1975,menentukan waktu tunggu :
a. Bila perkawinan putus karena kematian suami nya, waktu tunggu 130 hari
b. Bila perkawinan putus akibat perceraian,waktu tunggu 3 kali masa suci.
Sekurang-kurang nya 30 hari sejak putusan pengadilan.
c. Jika perkawinan putus janda sedang hamil,wktu tunggu sampai bayi lahir.
Syarat Materil Relatif menurut UU No.1 thn 1974
Larangan perkawinan:
1. Karena adanya hubungan darah (Ps.8a & 8b).
2. Karena adanya hubungan semenda (Ps 8c).
3. Karena adanya hubungan sesusuan (Ps 8d).
4. Karena adanya hubungan poligami (Ps 8e).
5. Karena adanya larangan agama (Ps 8f).
6. Karena masih terikat dalam perkawinan Ps 9f).
7. Karena bercerai dua kali ( Ps 10). 2

Izin perkawinan:
1. Izin dari kedua orang tua.
2. Izin dari orang tua yang masih hidup.
3. Izin dari wali.
4 Izin dari pengadilan.(Ps 6 ayat 2,3,4,5)

Syarat formil:
1. Pemberitahuan.(Ps 3,4,5).P.P 9/75
2. Penelitian.(Ps 6. P.P 9/75)
3. Pencatatan.(Ps 7. P.P 9/75)
4. Pengumuman.(Ps 8. 9/75)

Syarat-syarat yang akan diserahkan kepada pegawai pencatatan sipil agar dia dapat melangsungkan pernikahan, ialah;
1. Surat kelahiran masing-masing pihak;
2. Surat pernyataan dari pegawai pencatatan sipil tentang adanya izin orang tua, izin mana yang
juga dapat diberikan dalam surat perkawinan sendiri yang akan diabuat itu;
3. Proses-verbal darimana ternyata perantara hakim dalam hal perantara ini dibutuhkan;
4. Surat kematian suami atau istri atau putusan perceraian perkawinan lama;
5. Surat keterangan daripegawai pencatatan sipil yang menyatakan telah dilangsungkan
Pengumuman dengan tiada perlawanan dari suatu pihak;
6. Dispensasi dari Presiden (Mentri Kehakiman), dalam hal ada suatu larangan untuk kawin.

BAB III
PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PEKAWINAN

Suatu pencegahan perkawinan ini dapat dilakukan apabila ada orang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (Ps 13 s/d 16 UU No.1 thn 1974), pencegahan ini dilakukan untuk menghindari kesengsaraan diantara ke dua pihak yang akan melangsungkan pernikahan,sebab di Ps 1 UUNo.1 thn 1974, telah menjelaskan bahwah tujuan dari suatu perkawinan itu ialah untuk mencapai suatu kehidupan yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Easa.
Dalam hal melaksanakan perkawinan para pihak yang ingin melaksakan tersebut haruslah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, apbila kedua pihak tidak dapat memenuhinya perkawinan tersebut dapat dibatalkan (Ps 22 UU No. 1 thn 1974), dan pihak-pihak yang berhak untuk dapat membatalkan suatu perkawinan itu ialah:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri.
b. Suami atau isteri.
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI

Perkawinan merupakan suatu perikatan yang dilaksanakan oleh Pria dan wanita yang ingin memebentuk rumah tangga yang bahagia.Ketika suami-istri tersebut telah membentuk rumah tangga harus lah setia satu sama lain agar mereka mendapatkan kebahagian yang ingin dicapai.
Disaat suami-istri ingin mencapai kebahagiaan itu mereka mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilakukan agar disaat mereka menjalanin rumah tangga tidak ada kesalah pahaman diantara suami-istri tersebut.
Undang-Undang juga telah mengatur apa yang menjadi hak dan kewajiban seorang pria dan apa yang menjadi hak dan kewajiban seorang wanita.Kewajiban suami-istri harus lah saliing mencintai satu sama lain, bantu membantu, sama-sama mendidik anak.
Hak seorang wanita mempunyai kedudukan yang sama terhadap suaminya dalam pergaulan hidup bersama masyarakat, seorang suami mempunyai kedudukan dalam rumah tangga sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga (Ps 31).

BAB V
HARTA BENDA SUAMI-ISTRI

Dalam melangsungkan pernikahan jika kedua pihak tidak melakukan suatu perjanjian terhadap apa yang menjadi milik pribadi suaimi-istri tersebut akan sebagai hadiah atau warisan di bawah penguasaan masing-masing suami-istri,sedangkan apa yang diperoleh mereka selama perkawinan menjadi harta bersama.
Namaun jika melakukan perjanjian terhadap apa yang menjadi harta benda masing-masing suami-istri mereka harus melakukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan (Ps 29 yat 1),dan isi perjanjian tersebut apa yang menjadi kesepakatan meraka berdua.Berlakunya suatu perjanjian itu dimulai sejak perkawunan di langsungkan (Ps 29 ayat 3).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. PROF. Subekti, S.H : Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT intermasa, Jakarta, 2003.
2. Juniman Mandrofa : Ringkasan Mteri Hukum Perdata, penerbit Fhup, Jakarta, 2010.
3. Mahkamah Konstitusi Repoblik Indonesia : Undang-Undang Dasar Negara Repoblik Indonesia.