Senin, 23 Januari 2012

PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DIKLAT KEMAHIRAN TATA USAHA NEGARA

Disusun oleh:
DANIEL. SAMOSIR
3009210138
Kelas E
FHUP


KATA PENGANTAR
Suatu makalah yang saya susun ini berdasarkan dari apa yang telah saya pelajari dari Diklat Kemahiran Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha negara khususnya pada Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, yang mana dalam sistem hukum Acara Tata Usaha Negara di indonesia mempunyai tahapan-tahapan yang harus dilewati oleh mereka yang bersengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Namun pada makalah ini saya akan membahas suatu proses Hukum acara Tata Usaha negara khususnya pada Putusan pengadilan Tata Usaha Negara.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
1.4 Manfaat Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN PUTUSAN 2
2.1 Arti Putusan Pengadilan 2
2.2 Isi Putusan Pengadilan 3
2.3 JenisPutusan Pengadilan 4
BAB III PENUTUP 6
DAFTAR PUSTAKA 7

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara materil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Tata Usaha Negara materil.Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan serta pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri. Dalam hal ini hakim dalam pengadilan akan mengambil keputusan terhadap perkara-perkara yang melawan hukum maupun yang melanggar hukum. Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1986, pengertian-pengertian dicantumkan dalam Bab I. Dalam pasal 1 undang-undang ini, yang dimaksud dengan :



1. Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah;
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
3. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata;




4. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
5. Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan;
6. Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata;
7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;
8. Hakim adalah Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau Hakim pada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Penjelasan:
1. Yang dimaksud denagan urusan pemerintah adalah kegiatan yang bersifat eksekutif, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjalankan kepemerintahan.
2. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang –undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.
3. Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi dan bukan pada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Oleh karena itu,sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas:
a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya
b. Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut
c. Kepada siapa isi tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.
Bersifat konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam keputusan itu tidak
abstrak, tetapi bewujud, tertentu atau dapat ditentukan. Misalnya mengenai
pengosongan rumah B, izin usaha bagi C, atau pemberhentian D sebagai pegawai
negri. Bersifat individual artinya keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan
untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu
lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu harus disebutkan.
Bersifat final artinya sudah difinitif dan karenanya dapat menimbulkan akbithukum.
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain
belumlah bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau
kewajiban pada pihak yang bersangkutan.
4. Istilah sengketa yang dimaksud disini mempunyai arti khusus sesuai dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu menilai perbedaan pendapat mengenai penerapan hukum. Badan atau Pejabat Tata Usah Negara dalam mengambil keputusan pada dasarnya mengemban kepentingan umum dan masyarakat, tetapi dalam hal atau kasus tertentu dapat saja keputusan itu dirasakan mengakibatkan kerugian bagi orang tau badan hukum perdata tertentu. Dalam azas Hukum Tata Usaha Negara kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
5. Istilah “gugatan” yang dimaksud disini mempunyai arti kusus sesuai dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Administrasi Negara Pemerintah banyak mengurusi hal –hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Tidak jarang dalam kasus tertentu keputusan Tata Usaha Negara mengakibatkan kerugian bagi seseorang atau badan hukum perdata tertentu dan karenanya memerlukan koreksi serta pelurusan dalam segi penerapan hukumnya. Untuk keperluan ini maka dibuat lah “Gugatan” yang mana setiap putusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang merugikan bagi seseorang maupun Badan hukum perdata dapat melakukan gugatan Pejabat TUN.










SUBJEK DAN OBJEK PTUN

Subjek dalam PTUN
Siapa yang disebut tergugat dapat dilihat pada pasal 1 ayat (6 ) UU No 5 Tahun 1986 yang berbunyi sebagai berikut: Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
Siapa yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN, dapat kita lihat dari pasal 1 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986yang berbunyi: Badan atau Pejabat TUN adalah Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Objek PTUN
Objek sengketa TUN adalah suatu keputusan TUN yang tertulis, keputusan TUN yang bagaimana yang dapat menjadi objek sengketa TUN ? Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan: Keputusan TUN yang berisikan tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang tau badan hukum perdata.
Namun demikian pengertian objek sengketa yang tertuang didalam pasal 1 ayat (3) UU No 5 Tahun 1986 diperluas lagi didalam pasal 3 UU No 5 Tahun 1986, yaitu berupa surat Keputusan yang bersifat FIKTIF NEGATIF (Badan atau Pejabat TUN tidak mengelurakan Keputusan, akan tetapi dianggap mengeluarkan keputusan yang bersifat menolak.
Unsur –unsur dalam pasal 3 UU No 5 Tahun 1986, yaitu
1. Badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan
2. Padahal dia berkewajiban untuk itu
3. Berisi Penolakan
4. Jangka waktu 4 bulan
Dalam pasal 3 ayat 2 UU No 5 Tahun 1986 dijelaskan juga, Badan atau pejabat TUN yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut, apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan Badan atau Pejabat TUN itu bersikap “diam saja”, tidak melayani permohonan yang telah diterima. Jadi sikap diamnya tersebut disamakan dengan keputusan TUN yang berisi penolakan.
Dalam Administrasi Negara Pemerintah banyak mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Tidak jarang dalam kasus tertentu keputusan TUN mengakibatkan kerugian bagi seseorang atau Badan hukum perdata sehingga timbul sengketa antara Seseorang atau Badan hukum perdata tertentu.Maka dalam hal ini seseorang atau Badan hukum perdata yang merasa dirugikan oleh Keputusan Pejabat TUN tersebut dapat melakukan upaya sebagai berikut.
1. Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui Upaya Administrasi
a. Prosedur keberatan
b. Banding Administratif
2. Penyelesaian senketa Tata Usaha Negara Langsung mengajukan gugatan

Proses berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara secara umum:
1. Gugatan
2. Jawaban
3. Replik
4. Duplik
5. Pembuktian
6. Intervensi
7. Putusan
8. Upaya hukum (Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali/PK).
Sehubungan dengan proses berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka penulis akan membahas lebih khusus pada PUTUSAN PENGADILAN dalam makalah ini.





1.2 Rumusan Masalah
1. Apa arti putusan Pengadilan ?
2. Apa isi putusan Pengadilan ?
3. Apa saja jenis-jenis putusan Pengadilan ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari putusan Pengadilan .
2. Untuk mengetahui apa isi putusanPengadilan.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis putusan Pengadilan.

1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, memperkaya khasanah perpustakaan serta menambah wawasan bagi pembaca maupun penulis, dimana ketika saat terjadi suatu putusan masyarakat mengetahui apa itu putusan Pengadilan.












BAB II
PEMBAHASAN
PUTUSAN

2.1 Arti Putusan Pengadilan
Setelah pemeriksaan sengketa diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
Suatu putusan pengadilan diambil untuk memutuskan suatu perkara yang diserahkan kepadanya . Sebelum putusan dijatuhkan, terlebih dahulu majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan putusan perkara, Hakim ketua majelis memimpin musyawarah itu untuk mendapatkan putusan yang merupakan hasil pemufakatan bulat.
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan putusan Pengadilan pada uraian ini adalah putusan Pengadilan Tingkat Pertama (PTUN). Dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di PTUN, diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian perkara yang disengketakan. Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang disengketakan.








2.2 Isi Putusan Pengadilan
Isi suatu putusan harus memuat dan memenuhi persyaratan dalam (Pasal 109 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986) sebagai berikut
1. Kepala Putusan
Setiap putusan harus mempunyai kepala atau bagian atas putusan yang berbunyi: Dengan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa(Pasal 2 ayat 1 UU No 48 Tahun 2009).
Kepala putusan ini mempinyai kekuatan eksekutorial karena kalau tidak dicantumkan, maka putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan bahkan dapat menyebabkan batal.
2. Identitas Para Pihak
Dalam putusan harus dimuat identitas para pihak yang menyangkut nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, perkerjaan atau tempat kedudukan. Bila hal ini tidak dimuat , maka dapat menyebabkan kebatalan.
3. Ringkasan
Harus dibuat secara jelas ringkasan gugatan dan jawaban, apabila tidak, maka putusan pun dapat batal.
4. Pertimbangan
Pertimbangan atau disebut juga Konsiderans merupakan dasar putusan. Pertimbangan dalam putusan dapat juga merupakan pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukum.
Dalam pertimbangan putusan, dimuat alasan-alasan hakim secara tepat dan terperinci, termasuk di dalamnya penilaiannya secara yuridis terhadap setiap bukti yang diajukan dan hal-hal yang terjadi dalam persidangan selamaproses perkara itu di periksa.
5. Alasan Hukum
Alasan harus bersifat yuridis dan menjadi dasar putusan (Pasal 50 ayat 1 UU No 48 Tahun 2009), dalam putusan harus dimuat pasal-pasal tertentu dan peraturan-peraturan yangbersangkutan dan sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
6. Amar Putusan dan Biaya Perkara
Amar atau diktum putusan merupakan jawaban terhadap petitum gugatan. Hal ini berarti hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan, dan juga akhirnya ditetapkan jumlah dan kepada siapa biaya perkara harus dibebankan.
Biaya perkaratermasuk diantaranya biaya-biaya untuk kepentingan, meterai, para saksi, dan pemeriksaan ditempat diluar ruangan sidang. Biaya perkara ini biasanya dibebankan kepada pihak yang kalah
7. Hari, Nama Hakim yang memutus, Nama Panitera, dan keterangan lain.
Dalam putusan itu dimuat pula mengenai hari, atanggal, nama (Majelis) Hakim yang memutuskan perkara tersebut dan nama Penitera. Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan lain, yaitu disebutkan mengenai kehadiran atau tidaknya para pihak dipersidangan.

2.3 Jenis Putusan Pengadilan
(Pasal 97 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1986)
1. Gugatan ditolak.
Terjadi (diputuskan) apabila penggugat tidak berhasil dalam membuktikan dan meyakinkan Hakim atas dalil Gugatan yang diajukan
2. Gugatan dikabulkan.
Terjadi (diputuskan) apabila penggugat berhasil membuktikan dan meyakinkan Hakim atas dalil Gugatan yang diajukan.
Dalam hal ini dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh tergugat, diantaranya yaitu ;
(Pasal 97 ayat 8 dan 9 UU No. 5 Tahun 1986)
a. diwajibkan untuk mencabut keputusan yang digugat
b. diwajibkan untuk mencabut yang digugat dan menerbitkan Keputusan yang baru.
c. Dapat pula TERGUGAT hanya diwajibkan untuk menerbitkan Keputusan yang baru (gugatan yang didasarkan pada pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986)
3. Gugatan tidak diterima.
Terjadi (diputuskan) apabila Gugatan yang diajukan tidak sesuai dengan prosedur Hukum Pengajuan Gugatan.

4. Gugatan gugur Terjadi (diputuskan) apabila Gugatan diajukan secara tidak serius. Tidak serius ini berarti :
- Apabila Penggugat telah dipanggil secara patut, namun ia tetap tidak juga mau hadir ke muka persidangan, dan ;
- Ketidak hadirannya tersebut juga tidak disertai alasan yang jelas.
BAB III PENUTUP
2.4.Kesimpulan
Suatu putusan pengadilan diambil untuk memutuskan suatu perkara yang diserahkan kepadanya . Putusan yang diambil oleh majelis Hakim merupakan hasil dari musyawarah, Hakim ketua majelis memimpin musyawarah itu untuk mendapatkan putusan yang merupakan hasil pemufakatan bulat.
Ketika para majelis Hakim mengambil suatu keputusan harus memperhatikan pasal-pasal tertentu dan peraturan-peraturan yang bersangkutan dan sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengambil keputusan terhadap suatu perkara.
Iisi dari putusan harus memuat (Pasal 109 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986) ;
- Kepala Putusan.
- Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman/ tempat tinggal kedudukan para pihak.
- Pertimbangan.
- Alasan Hukum.
- Amar Putusan dan Biaya Perkara
- Hari, Nama Hakim yang memutus, Nama Panitera, dan keterangan lain.
Jenis-jenis Putusan (Pasal 97 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1986) ;
- Gugatan ditolak.
- Gugatan dikabulkan.
- Gugatan tidak diterima.
- Gugatan gugur
2.5.Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca memperkaya khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
A.Siti Soetami. SH. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT Refika Aditama, Jakarta 2009.
Diani Kesuma, SH. MH. Diklat Kemahiran Tata Usaha Negara, Fakultas Hukum Universitas Pancasila, jakarta 2011.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara JAKARTA, 3 Maret 2011.
Undang-undang No 5 Tahun 1986, tentang peradilan Tata Usaha Negara, Citra Umbara, cetakan ke II Nopember 2010.
Undang-undang No.9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-udang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Citra Umbara, cetakan ke II Nopember 2010.
Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar