Keputusan KPU tidak dapat menjadi objek sengketa PTUN
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan bahwa Keputusan KPU di Pusat dan Daerah tentang Hasil Pemilihan Umum bukan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan dilain pihak keberatan terhadap hasil Pemilihan Kepala Daerah diajukan ke Mahkamah Agung yang dapat didelegasikan ke Pengadilan Tinggi (Peradilan Umum) berdasarkan Pasal 106 Undang-Undang No. 6 Tahun 2005 dan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2005 ;
Bahwa sekalipun yang dicantumkan secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut ternyata mengenai hasil Pemilu, namun haruslah diartikan sebagai meliputi juga keputusan-keputusan yang terkait dengan Pemilu dalam rangka proses persiapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana kasus gugatan yang diajukan Penggugat/Termohon Kasasi ;
Sehingga dalam kaitannya dengan obyek sengketa berupa Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 31/SDM/KPU/TAHUN 2004 tanggal 24 Pebruari 2004 tentang Pemberhentian Anggota dan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Propinsi Banten dan semua jenis Keputusan Komisi Pemilhan Umum dalam rangka proses persiapan Pemilu juga tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara.
Sebab apabila harus dibedakan kewenangan lembaga-lembaga peradilan yang berhak memutusnya, padahal pemeriksaan dilakukan terhadap produk keputusan pejabat atau penetapan yang diterbitkan oleh badan yang sama yaitu Komisi Pemilihan Umum dan terkait dengan peristiwa hukum yang sama pula yaitu perilaku Pemilu, maka dengan dibeda-bedakannya kewenangan mengadili akan dapat menimbulkan putusan pengadilan yang berbeda satu sama lain atau saling bertentangan (kontroversial).
Dengan demikian melalui pendekatan penafsiran sistematis, maka semiua jenis keputusan Komisi Pemilihan Umum tidak menjadi obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara, tetapi diperiksa dan diadili dalam lingkungan/ Peradilan Umum;Bahkan selain dari pada itu, dalam berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung juga telah digariskan kaidah hukum bahwa keputusan pejabat yang berkaitan dan termasuk dalam ruang lingkup politik dalam kasus Pemilu tidak menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan mengadilinya.
Ketika Bagir Manan jadi Ketua MA, memang segala keputusan KPU sesuai
edaran MA dipastikan tdk dapat dijadikan objek sengketa di PTUN. Tetapi
karena banyaknya masaah di lapangan, oleh Ketua MA Harifin Tumpa aturan
demikian diubah, sehingga semua keputusan administrasi KPU kembali dapat
dijadikan objek perkara di PTUN.
KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 11 Mei 2010
Nomor: 071Bua.6/HS/SP/V/2010
Kepada Yth
1. Saudara Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
2. Saudara Ketua
PengadilanTata Usaha Negara
Di - Seluruh
Indonesia
S URAT EDARAN
Nomor 07 Tahun 2010
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS SENGKETA
MENGENAI PEMILIHAN UMUM
KEPALA
DAERAH (PILKADA)
Ketentuan
Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 dan digabung terakhir dengan
Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang
tentang
Peradilan Tata Usaha Negara), menyiratkan bahwa keputusankeputusan
atau
ketetapan-ketetapan yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan
baik
di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah mengenai hasil Pemilihan
Umum,
tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan
tersebut secara tegas dan eksplisit menyebutkan "hasil
pemilihan
umum ", hal mana menunjukkan bahwa yang dituju adalah
keputusan
yang berisi hasil pemilihan umum sesudah melewati tahap
pemungutan
suara dan yang dilanjutkan dengan penghitungan suara.
2
Dalam
hal ini perlu dibedakan dengantegas antara dua jenis kelompok
keputusan,
yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tahap persiapan
penyelenggaraan
PILKADA, dan di lain pihak keputusan-keputusan yang
berisi
mengenai hasil pemilihan umum.
Di
dalam kenyataan pelaksanaan penyelenggaraan PILKADA di
lapangan,
sebelum meningkat pada tahap pemungutan suara dan
penghitungan
suara (pencoblosan atau pencontrengan), telah dilakukan
berbagai
pentahapan, misalnya tahap pendaftaran pemilih, tahap pencalonan
peserta, tahap mas a kampanye, dan
sebagainya. Pada tahap-tahap tersebut
sudah
ada keputusan-keputusan yang diterbitkan oleh Pejabat Tata Usaha
Negara
(beschikking), yaitu keputusan Komisi Pemilihan Umum di tingkat
Pusat
dan Daerah.
Keputusan-keputusan
tersebut yang belum atau tidak merupakan "hasil
pemilihan
umum" dapat digolongkan sebagai keputusan di bidang urusan
pemerintahan,
dan oleh karenanya sepanjang keputusan tersebut memenuhi
kriteria
Pasal 1 butir 3 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
maka
tetap menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk
memeriksa
dan mengadilinya. Hal ini disebabkan karena keputusan tersebut
berada
di luar jangkauan perkecualian sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal
2
huruf g Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Keputusan-keputusan
yang berisi mengenai hasil pemilihan umum
adalah
perkecualian yang dimaksud oleh Pasal 2 huruf g Undang-Undang
tentang
Peradilan Tata Usaha Negara tersebut, sehingga tidak menjadi
kewenangan
Peradilan Tata Usaha Negara.
Maka
berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dipandang perlu untuk
menegaskan
kembali Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2005
tanggal
6 Juni 2005 mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA),
agar
sesuai dengan maksud pembentuk Undang-Undang yang dirumuskan
dalam
perkecualian Pasal 2 huruf g tersebut diatas.
3
Namun
demikian hendaknya diperhatikan bahwa :
1. Pemeriksaan terhadap
sengketanya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
agar
dilakukan secara prioritas dengan mempercepat proses penyelesaian
sengketanya.
2.
Dalam proses peradilan, Ketua Pengadilan rata Usaha Negara atau
Majelis
Hakim yang ditunjuk memeriksa sengketanya agar secara arif dan
bijaksana
mempertimbangkan dalam kasus demi kasus tentang
kemanfaatan
bagi Penggugat ataupun Tergugat apabila akan menerapkan
perintah
penundaan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa
sebagaimana
yang dimaksudkan ketentuan Pasal 67 ayat (2), (3), dan (4)
Undang-Undang
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Hal
ini dikarenakan dalam proses pemilihan umum perlu segera ada kepastian
hukum
sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
Harus dihindari putusan atau penetapan yang akan mengganggu
proses
dan jadwal pelaksanaan Pemilu.
Demikian
agar Surat Edaran ini dapat diketahui :dan dilaksanakan
sebagaimana
mestinya.
~~!:Pfl.ARIFIN A. TUMP A, SH.,MH.
Tembusan
: Kepada Yth
1.
Wakil Ketua Mahkamah Agung RI
Bidang
Yudisial.
2.
Wakil Ketua Mahkamah Agung RI
Bidang
Non Yudisial.
3.
Ketua Muda Mahkamah Agung RI
Urusan
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
4.
Panitera Mahkamah Agung RI
5.
Sekretaris Mahkamah Agung RI
6.
Pertingga1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar